FinJ Media – “Hari ini, produksi pangan dalam hal ini beras, menurut Kementan produksinya cukup sampai akhir tahun 2022. Jadi, ya tidak bisa impor beras,” kata Henry Saragih, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) pada pekan silam.
Bulog Mau Impor Beras

Pernyataan Henry berkaitan dengan rencana Perum Bulog untuk melakukan impor beras. Bulog mau impor beras, sebagaimana diungkapkan Henry. Menurut Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso, jumlah stok beras yang dikuasai Bulog saat ini hanya sebanyak 625 ribu ton beras di dalam negeri.
Selain itu, Bulog juga sudah melakukan kerja sama dengan mancanegara, dan menyimpan stok sebanyak 500 ribu ton beras komersial yang berada di luar negeri.
Kenapa Bulog mau impor beras, karena Menurut Bulog, cadangan beras di Bulog tidak lagi memenuhi jumlah yang jadi patokan pemerintah, yakni sebanyak 1,2 juta ton. Bulog belum memenuhinya.
“Ini kekeliruannya. Bulog sudah seharusnya mengandalkan beras yang ada di tengah-tengah masyarakat,” ujar Henry.
Henry juga menyebutkan sesuai dengan UU Pangan Nomor 18 Tahun 2012, tidak boleh melakukan impor pangan sepanjang produksi pangan bisa disiapkan di dalam negeri.
Ini ada salah perhitungan dalam memperkirakan cadangan pangan yang ada di pemerintah pusat, sehingga Bulog mau impor beras. Henry menyampaikan, pemerintah sampai hari ini baru hanya mengeluarkan Peraturan Presiden tentang cadangan pangan pemerintah, bukan keluarkan cadangan pangan nasional.
“Jadi yang dihitung Bulog adalah cadangan pangan yang ada di pemerintah pusat yaitu Bulog. Belum dihitung bagaimana cadangan pangan yang ada di pemerintah daerah, baik itu provinsi, kabupaten, dan kota,” ungkapnya.
Belum bisa dipastikan secara persisnya berapa sesungguhnya beras yang disimpan di pemerintahan-pemerintahan daerah. Dan belum dihitung cadangan pangan yang ada di tengah-tengah masyarakat.
Betulkah beras yang disebut surplus ada di tengah masyarakat petani atau justru berada di tangan perusahaan besar, korporasi swasta besar beras. Jadi tidak ada penjelasan dengan tidak ada kebijakan pemerintah soal cadangan pangan daerah dan masyarakat. “Kita gak tau, ada pemainnya atau tidak,” papar Henry.
Persoalan-persoalan yang muncul mengenai ketersediaan pangan terutama dalam hal ini beras, menurut Henry disebabkan belum maksimalnya kerja Badan Pangan Nasional (Bapanas).
Bapanas belum bisa menjadi badan pengambil otoritas dalam urusan cadangan pangan. Padahal mandatnya, Bapanas yang menentukan kebijakan cukup kurangnya pangan impor atau tidak, bukan Bulog.
“Jadi Bapanas belum melakukan otoritasnya, inilah kelemahannya sehingga masih menjadi simpang siur, polemik impor atau tidak impor, sayang sekali, sudah ada Bapanas. Bapanas idealnya untuk mengatasi problematik seperti ini,” keluhnya.
Petani, kata Henry, sudah kerja keras untuk berproduksi. Bulog dan Bapanas belum kerja maksimal. Seharusnya pas panen raya memperbanyak gudangnya, bukan saat panen pertengahan atau panen kecil.
Kedaulatan Pangan
Secara internasional, kedaulatan pangan dipahami sebagai hak masyarakat terkait dengan masalah kesehatan pangan sesuai dengan budaya dan produksinya dengan cara yang ramah terhadap lingkungan dan memiliki prinsip berkelanjutan.
Karena masyarakat punya hak untuk menentukan sistem pangan dan pertanian dalam cara dan pandangan masyarakat sendiri. Dengan demikian, kedaulatan pangan diakui sebagai hak bagi semua bangsa dan rakyat dalam menetapkan ragam pangannya secara bebas dan mandiri.
Misalnya, alat dan sistem produksi, pemasaran di bidang pertanian, peternakan, dan perikanan. Semuanya agar bisa memproduksi pangan secara bebas tanpa terjebak dengan ketergantungan dari pasar atau dunia internasional.
Kedaulatan pangan lantas berkembang sebagai sebuah gerakan yang tumbuh dari kelompok petani, kelompok akar rumput, masyarakat adat, dan para buruh tani yang tak memiliki lahan agar diri mereka bisa terbebas dari kemiskinan dan kelaparan.
Karena itu, kedaulatan pangan tak lagi sekadar urusan agar setiap orang terpenuhi kebutuhan pangannya. Lebih dari itu, kedaulatan pangan sebagai gerakan sistematis untuk merebut kekuasaan atas sistem pangan yang telah lama hilang.
Kekuasaan telah direbut dari tangan para petani dan kelompok-kelompok penyedia pangan lainnya. Dalam konteks Indonesia, konsep kedaulatan pangan telah masuk dalam prinsip pemerintahan Jokowi selama dua periode.
Pada pemerintahan Jowoki dan Yusuf Kalla tahun 2014-2019 yang tercantum dalam Nawa Cita dan dan periode pemerintahan Jokowi-Amin tahun 2019-2024 yang menjadikan kedaulatan pangan sebagai haluan dalam visi Indonesia Maju.
Kalau Bulog mau impor beras, menjadi wajar. Sebab, sampai saat ini upaya mewujudkan kedaulatan pangan memang belum dikembangkan secara serius.
Padahal, tanpa adanya implementasi konsep kedaulatan pangan ini, sangat mungkin Indonesia akan bisa terpuruk pada situasi krisis pangan dan terus menerus tergantung pada pasar global.